Jumat, 18 Januari 2013


Suku Bima Di Nusa Tenggara Barat

A. Latar Belakang
Masyarakat Bima yang sekarang kita kenal merupakan perpaduan dari berbagai                                                                               suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air. Akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang lebih dominan adalah berasal dari imigrasi yang dilakukan oleh etnis di sekitar Bima. Karena beragamnya etnis dan budaya yang masuk di Bima, maka tak heran agama pun cukup beragam meskipun 90% lebih masyarakat Bima sekarang beragama islam. Bima merupakan suatu daerah yang kaya akan budaya dan adat istiadat, yang merupakan ciri khas dari masyarakat Bima itu sendiri.
Tetapi sekarang ini adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai luntur, dan sulit untuk ditemukan, sehingga tidak mengherankan banyak anak-anak atau para remaja Bima yang tidak mengetahui budayanya sendiri. Keadaan ini tentu sangat memprihatinkan, karena adat istiadat dan budaya yang diwariskan secara turun temurun tersebut tak ternilai harganya. Akan sangat disayangkan bila harus hilang begitu saja, karena adat istiadat dan budaya merupakan ciri khas suatu suku. Dan Indonesia merupakan bangsa yang terkenal karena kaya akan adat istiadat yang berbeda pada tiap-tiap daerah dan suku.

B. Sejarah dan Struktur
Bima dikenal dengan nama Mbojo yang berasal dari kata babuju yaitu tanah yang tinggi yang merupakan tempat bersemayamnya raja-raja ketika dilantik dan disumpah, sedangkan nama Bima merupakan nama leluhur raja-raja Bima yang pertama. Dulunya Bima merupakan kerajaan terpenting di Pulau Sumbawa pada kurun waktu abad ke 17-19. Kerajaan Bima dalam perkembangannya banyak melakukan hubungan dengan makasar, Bima terletak di tengah-tengah jalur maritim yang melintasi Kepulauan Indonesia, sehingga menjadi tempat persinggahan penting dalam jaringan perdagangan dari malaka ke maluku. Sejumlah peninggalan purbakala dan prasasti serta kutipan dari teks Jawa Kuna, oleh karena itu sebagian bahasa jawa kuna kadang-kadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani, Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dijadikan sebagai Sultan Bima 1 yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari jadi Bima yang diperingati setiap tahun, bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di kabupaten Bima seperti batu bertulis di dusun padende kecamatan donggo menunjukan bahwa daerah ini sudah lama di huni manusia.



C. Tradisi
Kota Bima, Nusa Tenggara Barat memiliki tradisi diantara tradisi leluhur yang dikenal adalah kerajinan tenun dab balap kuda. Kota Bima yang merupakan bagian dari Pulau Sumbawa telah memiliki sentra kerajinan tenun sejak Kerajaan Bima berdiri pada abad 17, pusat tenun di pusatkan di kawasan Rabadompu,hingga kini jejak warisan tradisi itu masih hidup dan berkembang menjadi kebanggaan warga setempat. Harga sehelai kain tenun berkisar Rp 150.000 hingga Rp 325.000, selain untuk melestarikan budaya nenek moyang kerajinan tenun juga sebagai sumber penghidupan warga, untuk memasarkan hasil karya mereka koni telah dibangun koperasi di desa-desa, produk tenun yang dikenal diantaranya kain sarung, untuk selembar sarung proses pembuatannya mencapai 20 hari. Sementara itu motif tenun yang populer diantaranya suri kakandau atau tunas rebung dan gasuwarung, motif suri kakandau sarat dengan sejarah perjuangan suku Bima saat melawan penjajah Belanda dengan menggunakan bambu runcing, sedangkan motif gasuwarung menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat kota Bima yang mencari kepiting di pantai.
Keunikan kota Bima lainnya adalah balap kuda yang digelar setiap minggu pagi. pacuan kuda ini termasuk kelas latihan untuk kelas yang lebih tinggi seperti tingkat pemerintah kota atau yang melibatkan semua kota atau kabupaten di pulau sumba. Tempat pacuan kuda yang terkenal adalah di arena pacuan kuda panda, biasanya lomba di gelar setiap bulan Agustus dan melibatkan ratusan kuda pilihan, lomba semakin meriah karena setiap kuda memiliki penggemar.
D. Pakaian Adat
Salah satu paralatan dan perlengkapan hidup yang sangat diperhatikan oleh masyarakat Bima adalah pakaian. Bima mengenal bermacam-macam jenis pakaian adat yaitu :
1. Baju poro berwarna merah untuk para gadis, berwarna ungu hitam untuk kaum ibu. Di ujung lengan baju di pasang satampa baju yang berfungsi sebagai penutup lengan dan juga sebagai aksesoris
2. Tembe songke atau sarung songket warna dasar coklat dan boleh juga hitam dengan motif garis-garis kecil dihiasi dengan sulaman benang emas dan perak untuk semua laki-laki.

E. Alat Musik Tradisional
Di daerah Bima ada pembagin alat musik, menurut pembagian tersebut silu termasuk golongan alat musik tiup, alat musik pukul dengan tangan misalnya rebana, alat musik petik misalnya gambus, alat musik yang dipukul misalnya gendang, alat musik gesek misalnya biola Bima.



F. Tarian
1. Tari mpaa lenggo sebuah tarian guna menyambut maulid nabi muhammad saw. Tarian ini juga sering dipertunjukan pada upacara perkawinan atau upacara khitanan keluarga raja.
2. Tari batunganga sebuah tari berlatar belakang cerita rakyat, mengisahkan tentang kecintaan rakyat terhadap putri raja yang masuk ke dalam batu. Mereka memohon agar sang putridapat keluar dari dalam batu itu.

G. Lagu-lagu daerah
Balelebo, haleleu ala de teang, moree, o rere, orlen-orlen, pai mura rame, tebe onana, tutu koda.

H. Rumah Adat
Istana sultan sumbawa merupakan model rumah adat daerah Nusa Tenggara Barat. bangunan tersebut berlantai tiga terbuat dari kayu jati dan beratap sirap. Lantai bawah tempat pengawalan. Lantai kedua tempat kediaman sultan dan permaisuri. Sedangkan lantai tiga disediakan untuk para putri dan keluarga lainnya.


pakaian tradisional

http://1.bp.blogspot.com/-FpxWbz1KKfE/Tht1MlE4KHI/AAAAAAAAADc/qZtOe09nCBE/s1600/lengge1.jpg

Selasa, 15 Januari 2013

softskill


Pengertian
Caci atau tari Caci adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk bertindak sebagai penyerang dan yang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai. Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen dan ritual tahun baru, upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, dipentaskan untuk menyambut tamu penting.
Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Laki-laki yang berperan sebagai penangkis, menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai dan busur dari bambu rotan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis. Kalau pecutan tidak dapat ditangkis, pemain akan menderita luka. Jika mata terkena cambukan, maka pemain itu langsung dinyatakan kalah, dan kedua pemain segera diganti.
Pertarungan dengan diiringi bunyi gendang dan gong, serta nyanyian para pendukung. Ketika wakil kelompok bertanding, anggota kelompok lainnya memberi dukungan sambil menari-nari. Tempurung kelapa dipakai sebagai tempat minum tuak yang dipercaya dapat menggandakan kekuatan para pemain dan penonton. Seperti layaknya pertandingan bela diri, sebagian penonton ada mendukung penyerang, sementara sebagian lagi mendukung pemain bertahan. Anggota kelompok atau penonton bersorak-sorak memberi dukungan agar cambuk dilecutkan lebih kuat lagi.
Kostum dan simbolisme
Pemain bertelanjang dada, namun menggunakan baju perang pelindung paha dan betis berupa celana panjang warna putih dan sarung (songket khas Manggarai). Kain songket berwarna hitam diikatkan di pinggang sampai lutut untuk menutupi sebagian dari celana panjang. Di pinggang belakang dipasang giring-giring yang berbunyi mengikuti gerakan pemain.
Topeng atau hiasan kepala dibuat dari kulit kerbau yang keras berlapis kain berwarna-warni. Hiasan kepala yang berbentuk tanduk kerbau ini dipakai untuk melindungi wajah dari pecutan. Wajah ditutupi kain sehingga mata masih bisa melihat arah gerakan dan pukulan lawan. Seluruh kulit tubuh pemain adalah sah sebagai sasaran cambukan, kecuali bagian tubuh dari pinggang ke bawah yang ditandai kain. Kulit bagian dada, punggung, dan lengan yang terbuka adalah sasaran cambuk. Caci juga merupakan pembuktian kekuatan seorang laki-laki Manggarai. luka-luka akibat cambukan dikagumi sebagai lambang kemenangan.
Caci penuh dengan simbolisme terhadap kerbau yang dipercaya sebagai hewan terkuat dan terganas di daerah Manggarai. Pecut melambangkan kekuatan ayah, dan kejantanan pria. Perisai melambangkan ibu, kewanitaan, rahim, serta dunia. Ketika cambuk dipecutkan dan mengenai perisai, maka terjadi persatuan antara cambuk dan perisai. Bagi orang Kabupaten Manggarai, caci merupakan pesta besar. Desa penyelenggara memotong beberapa ekor kerbau untuk makanan para peserta dan penonton.
                                          

Di belahan Nusa Tenggara Timur tarian perang yang mengedepankan unsur-unsur di atas muncul dalam berbagai bentuk dan ragam. Namun pada kesempatan ini saya hanya menampilkan beberapa foto yang menunjukkan keelokan tarian perang yang bernama Caci dari Manggarai Raya. Dari gambar-gambar ini pembaca bisa menafsirkannya sendiri sesungguhnya seperti apa budaya itu diwariskan dan dihargai.